Hibridisasi adalah sebuah konsep berpindah,
bercampur atau bersatunya orbital-orbital atom membentuk orbital hibrid yang
baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan atom.
Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat.
Orbital adalah sebuah model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yang persamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui. Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom yang lebih berat seperti karbon, nitrogen, dan oksigen. Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul, namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen dan oksigen teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.
Hibrid sp3
Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:

(Orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital 2p)
Teori ikatan valensi memprediksikan, berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat.
Orbital adalah sebuah model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yang persamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui. Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom yang lebih berat seperti karbon, nitrogen, dan oksigen. Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul, namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen dan oksigen teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.
Hibrid sp3
Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:
(Orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital 2p)
Teori ikatan valensi memprediksikan, berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.
Hibrid sp2
Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan tampak seperti:

Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:
membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak)
Hibrid sp
Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.
Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p, menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp bersudut 180°.
Isomer adalah senyawa yang berbeda dengan rumus molekul yang sama. Ada berbagai jenis isomer. Isomer dapat terutama dibagi menjadi dua kelompok sebagai isomer konstitusional dan stereoisomer. Isomer konstitusional adalah isomer dimana konektivitas atom berbeda dalam molekul. Butana adalah alkana sederhana yang menunjukkan isomer konstitusional. Butana memiliki dua isomer konstitusional, butana itu sendiri dan isobutana. Dalam stereoisomer, atom yang terhubung dalam urutan yang sama, seperti isomer konstitusional.
Isomer Cis
Molekul di mana dua atom yang sama berada di sisi yang sama dari ikatan rangkap dikenal sebagai isomer cis. Isomer cis memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan dengan isomer trans. Alasan untuk ini adalah gaya antarmolekul kuat dalam isomer cis. Misalnya pada 1,2-dikloroethene, ketika molekul yang cis, dua atom klorin elektronegatif berada di salah satu sisi molekul. Karena itu, sisi molekul akan memiliki sedikit muatan negatif, sementara sisi lain akan memiliki muatan sedikit positif. Oleh karena itu, molekul menjadi kutub dan interaksi dipol-dipol dapat terjadi antara molekul. Kekuatan-kekuatan ekstra antarmolekul pada isomer cis memberikan titik didih lebih tinggi dibandingkan dengan isomer trans. Sedangkan,
Isomer Trans
Molekul dengan dua atom yang sama di sisi berlawanan dari ikatan rangkap dikenal sebagai isomer trans. Isomer Trans akan memiliki titik didih lebih rendah karena meskipun ada pemisahan muatan, molekul keseluruhan menjadi non polar. Tapi isomer trans memiliki titik lebur yang lebih tinggi. Isomer trans memiliki bentuk lurus, dan mereka dikemas dengan baik. Jadi energi yang lebih tinggi diperlukan untuk mencairkan molekul yang memberikan titik lebur yang lebih tinggi.
Ikatan
Rangkap Konjugasi
Ikatan rangkap konjugasi adala
ikatan rangkap selang seling dengan ikatan tunggal atau disebut juga
elektronnya dapat berpindah-pindah (terdelokalisasi). 1,3 butadiena (CH2=CH-CH=CH2)
merupakan diena yang terkonjugasi. Ikatan rangkap memiliki energi yang lebih
rendah, sehingga mudah diputuskan, sebaliknya ikatan tunggal memiliki energi
yang tinggi sehingga susah untuk diputuskan. Konjugasi juga bisa disebut
kestabilan struktur.\
Isomer cis-trans
Isomer
cis-trans terjadi bila tiap-tiap atom C yang berikatan rangkap
mengikat
gugus atom berbeda. Isomer geometri menghasilkan 2
bentuk isomer yaitu bentuk cis (jika gugus-gugus sejenis terletak
pada sisi yang sama atau orientasinya searah) dan bentuk trans
(jika gugus-gugus sejenis terletak berseberangan atau orientasinya berlawanan).
Jadi 2-butena CH3-CH=CH-CH3
mempunyai isomer cis trans sbb :
Halangan sterik dan energi kinetik
pada cis lebih besar dibandingan
dengan trans, sehingga trans lebih stabil dibandingkan cis, semakin sedikit halangan sterik
maka semakin stabil ikatan tersebut.Kalau ditinjau dari segi titik didih dan
titih leleh, trans lebih mudah
mendidih dari pada cis, sebaliknya cis lebih cepat mencair daripada trans karena cis memiliki kerapatan yang kuat, namun memiliki energi kinetik
yang kuat serta kurang stabil sehingga lebih mudah untuk mencair dibandingkan
dengan trans.
selamat pagi deyan
BalasHapussaya ingin bertanya, di postingan anda dikatakan skema hibridisasi pada logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat. jadi bagaimana skema hibridisasi pada logam transisi? lalu mengapa skema hibridisasi ini tidak akurat?
terimakasih
terima kasih kepada nia paramita. saya akan emncoba utk menjawab pertanyaa anda. skema hibridisasi ini tidak akurat karena Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam.
BalasHapusterima kasih
semoga bermanfaat :)
terima kasih atas pertanayaan anda saudari Friska. saat akan menjawab
BalasHapus1. Sp bentuknya Linear
2. Sp2 bentuknya Segitiga sama sisi
3. Sp3 bentuknya Tetrahedral
4. Sp3d bentuknya Bipiramida trigonal
5. Sp3d2 bentuknya oktahedral
terimakasih.. semoga bermanfaat